Bincang Raden Mandasia di POST, Santa
Yusi Avianto Pareanom, pada Minggu sore tanggal 21 Maret 2016, kemarin, menggelar bincang-bincang santai tentang novel pertamanya yang akhirnya terbit. Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi merupakan buku kedua yang ditulis Yusi setelah buku kumpulan cerpen berjudul Rumah Kopi Singa Tertawa.
POST adalah salah satu toko buku independen (indie) yang terletak di daerah Selatan Jakarta, tepatnya di Pasar Santa. Suasana sore itu cukup ramai. Pengunjung boleh dibilang membuat toko buku tersebut (yang berada di tengah-tengah ruko) penuh sesak. Beberapa pengunjung banyak yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Tempat yang disediakan sempit dan panas, namun hal tersebut saya rasa merupakan faktor yang menciptakan keintiman sore itu. Antara Yusi dengan pembaca-pembaca karyanya seperti lebur saja.
Kak Teddy sebagai pemilik toko buku POST menjadi MC pada bincang-bincang kali itu. Kak Teddy dan Ardi Yunanto (penyunting novel Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi) duduk berjajar menemani Yusi di hadapan para pengunjung. Sore itu, Yusi tidak banyak berbicara tentang bukunya, ia hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para pembaca bukunya. Yusi membiarkan para pembaca bukunya yang aktif mengomentari. Para pembaca secara bergantian mengutarakan hal-hal yang mereka dapat dari novel Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi tersebut. Antusias para pembaca sangat tinggi mengenai buku itu. Mayoritas pengunjung sudah membaca satu buku dan beberaapa lainnya ada yang masih setengah jalan. Saya sebagai seseorang yang--bahkan--belum membeli pun dibuat penasaran karena komentar-komentar yang diluapkan para pengunjung tentang buku ini.
Komentar-komentar yang datang dari pembaca buku Yusi dan teman-teman Yusi memang sangat menarik perhatian. Ada yang membahas mulai dari penokohan, penceritaan makanan dalam novel, proses peyuntingan novel, maskulinitas yang ditonjolkan dalam novel Yusi, sampai pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya hanya memecah tawa saja. Tidak jarang pertanyaan-pertanyaan yang terlontar juga menjadi spoiler untuk orang-orang yang belum habis dan belum membaca sama sekali. Spoiler ini tidak membuat saya lantas mengurungkan niat saya membeli buku, justru hal ini menjadi salah satu pendorong kuat sampai akhirnya saya dapat menyelesaikan buku tersebut. Beruntung, Yusi tak perlu capek mengangkat topik untuk membuat pembicaraan menarik, justru antusias para pengunjunglah yang menghidupkan suasana sore itu.
Menghadiri peluncuran buku dan ikut mendengar bincang-bincang dengan penulis adalah pengalaman pertama bagi saya. Saya tak pernah menyangka bahwa peluncuran buku akan semenyenangkan itu.