(Puisi) "Bidik"
Hafendra Adam--biasa dipanggil Hafe--adalah salah satu pilar Jakarta Nyastra.
Saat ini ia sedang berkuliah di FIB UI, jurusan Sastra Rusia.
____________________________________________________________________________________________
"BIDIK"
Hati-hati, Ibu
Ku dengar di luar sana banyak aparat gila
Menerbangkan peluru-peluru panas entah ke mana
Kemarin teman dari temanku mati satu
Bukan karena peluru
Namun rayuan bisu manusia berbalut kain yang katanya ditempa emas
Aparat hanya boneka mereka, Ibu
Hati-hati, Ibu
Tempo hari aku melihat seorang gadis yang tiba- tiba dihantam cahaya
“Ampun, Pak! Ampun, Pak! Saya disuruh Ibu saya!” Teriak mereka
Mereka diseret seperti karung berisi kotoran di tengah malam, tiada harganya
aparat hanya mengeluarkan makian dan makian
tanpa ampun, layak beruang yang menggondol buruan
Ibu, ibu macam apa yang tega merelakan darah daging mereka jadi buah tangan beruang?
Ibu, aku bertanya padamu, kenapa kau diam?
Kenapa hanya sunyi yang kau balas?
Ibu, aku bingung, tersesat
Siapa yang patut dirujuk di saat moral melarikan diri terasing?
Sementara semua musim dimulai dengan pernyataan diskon
Bukan dengan ajakan bersua dalam derita dan cerita
Ibu… Nyanyian bangunan roboh di belakangku semakin cepat tiba di telingaku
Pintu masjid tempat kita biasa salat ied dahulu kini tiada, bernisankan debu
Kenapa Ibu? Kenapa? Kenapa aku harus meninggalkanmu di tengah sujudmu?
Ibu… Mengapa kau tidak mengindahkan suaraku?
Ketahuilah Ibu, Ibu yang sangat aku cintai… Jasadku hanya terkena timah panas
Hanya menembus jantungku, tidak berarti apa-apa
Ibu…. Kenapa kau tidak menghiraukan aku….?
Jakarta, 8 Agustus 2015