top of page

Mewah + Sederhana = Noktah Merah


“Noktah Merah”--naskah karya sutradara Sani Soorjo (Mas Sani)--dengan sukses dipentaskan pada 22 dan 23 April 2016. Bertempat di Teater Kecil,Taman Ismail Marzuki, produksi ini menjadi produksi ke-5 dari Teater Plot. Orang-orang yang berada dalam Teater Plot adalah mahasiswa atau alumnus yang berasal dari FIB UI. Pada hari pertama, kuota bangku dalam Teater Kecil terlihat cukup luang. Namun, pengunjung terlihat cukup padat di tengah dan tribun kanan yang ada dalam teater. Tirai panggung dibuka pada pukul 19.40.


Pada produksi ke-5 ini, Mas Sani mengangkat cerita tentang seorang pegawai rumah tangga yang melakukan penjanggalan manusia terhadap para istri anggota parlemen berikut anggota parlemen itu sendiri. Istri-istri tiga orang anggota parlemen yang ingin menyewa seorang gigolo disaat para suami mereka dinas ke luar kota, telah membawa petaka bagi kehidupan keluarga mereka. Gigolo (Pierre) yang didapatkan dari makelar kepercayaan mereka ternyata adalah kekasih dari pegawai rumah tangga (Paula) di mana mereka mengadakan pesta orgy sex sehingga Paula mengetahui pekerjaan gelap dari kekasihnya tersebut. Begitu murkanya Paula hingga gelap seluruh hati dan jiwanya. Didasari kekecewaannya atas cinta, Paula membunuh semua yang terlibat dalam pesta gelap tersebut. Termasuk kekasihnya sendiri.


“Noktah Merah” memiliki latar belakang Eropa pada abad ke-19. Latar panggung memiliki 3--4 tempat atau suasana yang berbeda. Ada ruang tamu yang mewah dengan nuansa Eropa yang kental, sebuah taman, sebuah bar remang-remang dengan pencahayaan yang memberikan aura kegelapan. Setting panggung serta properti dibuat sedemikian apik dibantu dengan kostum para pemain yang amat detail, berhasil membawa ambience Eropa Barat abad ke-19 ke dalam Teater Kecil, TIM. Hal menarik ini dapat ditonjolkan oleh seorang yang bahkan tidak pernah hidup atau mengunjungi kehidupan di tempat aslinya.


“Badanku memang kotor tetapi hatiku tetap bersih untuk selalu mencintaimu, Paula.”, (dialog Pierre kepada Paula). Berseberangan dengan glamour-nya dari segi latar panggung maupun kostum para pemain, dialog-dialog yang terdapat dalam “Noktah Merah” terdengar sederhana. Romantisisme begitu terasa dalam dialog keduanya dan membuat

kita tidak akan mengira bahwa Paula dapat menjadi binatang liar setelah dikhianati cinta.


“Hanya pengecut yang mengalah melawan keadaan.”


what do you think of this post?

bottom of page