Politik dan Skandal Percintaan "Noktah Merah"
Pada hari Sabtu (23/04) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Teater Plot berhasil membawakan pertunjukan berjudul “Noktah Merah”. Pertunjukan “Noktah Merah” disutradarai oleh Soorjo Sani, seorang pegiat seni yang saat ini menetap di kawasan Depok.
“Noktah Merah” menceritakan suasana politik Eropa pada era 1800-an. Cerita ini dikemas dengan penceritaan yang sederhana dan tata panggung yang sangat menawan. Suasana yang dibawakan oleh para lakon didukung pula dengan kostum-kostum yang mewah dan pencahayaan yang senafas dalam setiap detail adegan. Walaupun musik latar tidak terlalu ditonjolkan dalam pementasan ini, kemeriahan sudah cukup tersaji dengan keberadaan lakon pentas yang beragam.
Teater Plot sukses menyampaikan ironi dari kehidupan elite dengan cara yang ringkas. Intrik-intrik para politisi dipertontonkan melalui dialog suami-istri yang terjadi di dalam rumah. Pementasan ini terasa cukup intim karena latar yang digunakan seringnya berada di dalam rumah. Tidak hanya pembicaraaan politik, skandal-skandal para istri, sampai
tragedi pembunuhan juga terjadi dalam rumah. Soorjo Sani seakan ingin menyiratkan bahwa pemasalahan yang kita miliki tidak selalu berasal dari luar atau orang lain, melainkan dari lingkup terkecil pergaulan kita, bahkan mungkin keberadaan masalah merupakan hal yang dipicu oleh perilaku diri kita sendiri.
Rangkaian tragedi yang ditampilkan tidak membuat penonton kebingungan karena perpindahan alur disajikan dengan rapi. Kritik-kritik yang dihasilkan oleh pemain tercetus dalam dialog-dialog yang juga sarat makna. Berikut merupakan salah satu dialog kesukaan penulis. Dialog ini dicetuskan oleh Paula, pembantu rumah tangga Dominique dan kekasih Pierre, "Mungkin aku terlalu naif untuk menggantungkan cinta sebagai tujuan, karena selama ini kita hanya selalu bersama dalam perasaan, namun tidak untuk kesepahaman."