Layar Tancap Kontemporer dari Eropa
Europe On Screen (EOS) yang diselenggarakan di enam kota besar Indonesia yaitu Jakarta, Medan, Yogyakarta, Denpasar, Surabaya, dan Bandung ini berlangsung mulai dari 29 April hingga 8 Mei 2016. Total 78 film hasil karya para sineas berbakat benua Eropa digratiskan untuk seluruh umat penyembah film di Indonesia. Di Jakarta, EOS diselenggarakan di beberapa titik yakni Erasmus Huis, Goethe Haus, Institut Francais Indonesia, Pusat Kebudayaan Italia, Bintaro Xchange, dan Institut Kesenian Jakarta.
Sehari sebelum hari terakhir penayangan, saya menikmati salah satu film di Goethe Haus, Menteng. Film berjudul Two Days, One Night yang diperankan oleh aktris antagonis terbaik—menurut saya—dalam trilogi terakhir dari Batman, The Dark Knight Rises (2012), Marion Cotillard. Ini adalah film kedua dari empat film yang ditayangkan pada hari itu. Film bergenre drama asal Belgia ini menceritakan bagaimana Sandra (Marion), seorang karyawan kantor, baru mengetahui bahwa selama ia cuti karena sakit dari kantornya, rekan-rekan kerjanya di kantor memutuskan untuk memberhentikannya dari pekerjaan supaya mereka mendapatkan upah bonus yang cukup besar. Hanya pada dua hari dan satu malam akhir pekan, Sandra harus meyakinkan rekan-rekan kerjanya supaya tidak memilih upah bonus mereka untuk mempertahankan Sandra dalam kantor. Film ini berhasil meraih banyak nominasi maupun piala dari berbagai festival film Eropa dan Amerika. Hal itu juga tidak lepas dari nama besar dan akting apik seorang Marion Cotillard sebagai protagonis film ini.
Penayangan film Europe On Screen ini memiliki konsep yang sama seperti layar tancap di desa-desa Indonesia. Hanya saya, EOS menggunakan alat-alat modern sehingga lebih menunjang penayangan film. Terlihat antrean saat saya berada di dalam gedung Goethe Haus. Hal serupa juga terjadi saat saya memasuki auditorium tempat penayangan film dengan kapasitas 301 orang. Saat tiba di dalam, sekitar 200-250 kursi terisi penuh. Bahkan, setelah film diputar, banyak orang-orang yang baru berdatangan sehingga mungkin hampir seluruh kursi dalam auditorium terisi. Terlihat sekali antusiasme para penonton akan pagelaran film-film Eropa ini. Entah karena faktor cuma-cuma, sekadar mengisi waktu luang, atau memang tertarik akan film yang diputar. Intinya, dari satu titik di Menteng, Jakarta, hadiah dari Eropa untuk negara dunia bagian ketiga ini, amat disyukuri juga dinikmati dengan penuh rasa terima kasih.