(CERPEN) "Pada Suatu Hari"
Hanung Wahyuning Linuwih berpikir bahwa profilnya tidak perlu lagi dituliskan.
Ia sedang berkutat dengan skripsinya di Program Studi Indonesia, Universitas Indonesia.
___________________________________________________________________________
PADA SUATU HARI
Aku menyukai pengantar itu. Pada suatu hari. Iya, makanya hari ini aku akan mulai menceritakannya dengan awalan pada suatu hari.
Tentu kamu mengetahuinya. Sejak kecil, dongeng-dongeng selalu dimulai dengan frase itu. Aku begitu menyukainya, begitu mencintainya.
Apakah dongeng pertama yang kau dengar dengan frase itu? Cinderella, Putri Salju, atau Tikus Desa dan Tikus Kota? Timun Mas atau Keong Mas?
Oh, ayolah. Biarkan aku menebaknya. Kisah Si Kerudung Merah, kan? Atau mungkin Jack dan Pohon Kacang? Kisah Kucing dalam Sepatu Bot? Itu kalau orangtuamu dulu suka cerita dongeng dari buku Dongeng Anak Sedunia.
Oh, mungkin Kumpulan Kisah 1001 Malam? Ia juga terkenal suka memulai dengan frase yang sama.
"Pada suatu hari, tinggalah seorang lelaki miskin bernama Aladin."
Kamu tahu, kan, kisah itu? Ah, sungguh cerita yang bagus, kalau boleh aku berpendapat.
Pernahkah muncul dalam benakmu memikirkannya, mengapa harus pada suatu hari? Mengapa bukan pada sebuah kursi atau pada suatu senja? Aku memikirkannya dengan cukup keras. Aku meluangkan waktu selama tiga hari untuk memikirkan perihal apa mereka yang hidup di masa lalu, suka menggunakan frase itu? Pasti ada sesuatu, pikirku.
Selama tiga hari itu, aku membaca ulang semua dongeng yang pernah kubaca dengan pembuka yang sama, "pada suatu hari". Aku, di usia 22 tahun, membaca ulang semua buku dongeng--Dongeng Anak Sedunia, Kumpulan Cerita Rakyat Indonesia, dan Kisah-kisah 1001 Malam--yang dulu sering dibacakan ibuku menjelang tidur. Aku berusaha meresapi dan mencari tahu.
Kemudian, aku sampai pada sebuah kesimpulan. Iya, pada hari ketiga, di dini hari menjelang azan subuh, aku mendapat jawaban itu. Mereka, semua cerita yang kubaca dengan permulaan frase, "pada suatu hari" pun memiliki akhir yang sama! Kamu tahu? Oh, kamu pasti bisa menebaknya. Itu frase kedua yang hampir selalu muncul di akhir semua dongeng itu.
"...semua berakhir bahagia selama-lamanya."
Itu! Tepat! Sekarang aku sampai pada kesimpulan itu. Semua cerita yang dimulai dengan pada suatu hari dapat dipastikan berakhir bahagia untuk selama-lamanya.
Kini, aku paham akan hal itu. Sayangnya, aku belum sampai pada pemahaman bahwa sesulit apa pun kehidupan yang diceritakan pada kisah yang dimulai dengan pada suatu hari tetap memiliki akhir bahagia selama-lamanya. Ajaib! Dalam kisah yang hanya berisi 3 halaman buku A3 dengan jenis huruf Arial berukuran 14, sebuah kisah yang dimulai dengan pada suatu hari yang begitu sulit dan suramnya dapat tetap memiliki akhir bahagia selama-lamanya.
Betapa pun itu melawan seekor naga ganas yang awalnya tak terkalahkan, betapa pun jahatnya ibu tiri menyiksa di awal cerita, dan betapa pun miskin hidup Aladin, ketika cerita dibuka dengan, "pada suatu hari", dengan ajaib semua bisa terjadi. Naga ganas dapat dikalahkan oleh Sang Pangeran, Putri Salju tetap bisa kabur dari Ibu Tiri yang jahat, dan Aladin bisa menjadi kaya dengan bantuan jin dari dalam teko ajaib. Iya, keong mas dapat kembali menjadi manusia dan timun mas selamat dari kejaran Buto Ijo.
Jika kamu bertanya-tanya, tentu, jawabannya, "Ya, mereka memiliki akhir bahagia selama-lamanya."
Kesimpulan lain yang bisa kupahami adalah jika ingin membuat sebuah cerita yang berakhir bahagia maka tentu yang paling mudah dilakukan adalah memulainya dengan frase pada suatu hari. Begitu, kan? Maka bagi para pendongeng, penulis kisah yang ingin dan merindukan akhir bahagia, oh, dengan mudahnya hal itu dimulai hanya dengan pada suatu hari.
Ah, tapi semua hanya berdasarkan penelitian asal yang cuma dilakukan dalam kurun waktu tiga hari. Kamu jangan terlalu serius menanggapinya. Tentu, kamu boleh punya pendapat lain mengenai hal itu. Aku, akan tetap pada pemahamanku sendiri dan kamu bebas untuk tidak setuju tentangnya.
Oh, sudah sampai di mana kita, tadi? Aku bahkan tak kunjung menceritakan kisah ini padamu. Baik, tanpa berpanjang lebar lagi, aku akan memulai ceritaku.
Pada suatu hari, seorang janda yang bisu berusaha menceritakan sebuah kisah kepada anaknya yang tuli. Sayangnya, tidak pernah ada kata yang muncul, semua tenang dan hening. Sebisa mungkin dipilihnya diksi yang tepat, tetapi kisah itu tidak keluar melalui bunyi-bunyi dari mulutnya. Ajaibnya, sang anak dapat memahami cerita itu. Iya, cerita itu. Cerita mengenai warna-warna yang coba diperkenalkan oleh suami yang buta kepada istrinya.
"Pada suatu hari..." Begitulah cerita ini bermula.