(CERPEN) "Tengah Malam, Anda, dan Saya"
Tuma Nadim tidak menyertakan profil dalam karyanya.
Ia sesederhana tulisan yang dikirimkan dalam badan surel.
__________________________________________________________________________
Di pagi hari semua orang mungkin bisa terbunuh atas apa yang ia pikirkan pertama kali, ketika mereka bangun dari tidurnya. terbunuh bukan berarti terbunuh. coba tanyakan pada diri kalian sendiri, sempatkah Anda berpikir ketika kalian baru saja terbangun dari tidur? Bila jawabannya tidak, selamat, Anda berada di dalam sekumpulan orang-orang pada umumnya, yang bahkan tidak merasakan kedipan mata pertamanya ketika bangun. Mereka yang berpikir mungkin bisa terbunuh. Sampai pada akhirnya tidur tidak dapat meringankan beban pikirannya, terus berpikir di dalam lelap tidurnya. Berpikir dan berpikir. Tidak peduli untaian cerita indah yang ditawarkan oleh mimpi untuk dipintal dan dijadikan kain penghangat dari pedihnya kebekuan beban hidupmu. Untaian cerita ini dikoyak oleh ketajaman yang racau, menggeliat tidak beraturan, menunggu kelelapan membawanya ke dalamnya lorong mimpi untuk kembali meruntuhkan kepingan-kepingan cerita yang tak masuk akal. Saya menolak untuk dibuai oleh mimpi. Hidup sudah cukup usang dengan segala macam kesimpangsiuran, dan selanjutnya menambal ketidaktahuan di dalam kesimpangsiuran tersebut dengan awang-awang, saudara dari mimpi ini telah menenggelamkan kita ke dalam ilusi dunia yang ringan. Dunia yang tanpa beban, dunia yang tidak berisi makna. Dunia di mana makna menjadi kata-kata yang hanya diacak dan dijadikan sesuai apa yang kita mau sebagaimana makna bagi kita. Dunia yang tolol yang selalu menjadikannya setau-taunya kau yang konyol, manusia. Manusia dapat terbunuh atas apa yang ia pikirkan ketika terbangun dari tidur, menyadari betapa tololnya kehidupan ini. Saya bersama kalian, tidak.
Tengah malam, masih mengingat apa yang terjadi di sudut stasiun siang tadi. Saya duduk di kursi akhir peron, setelahnya tidak ada lagi kursi. Hanya ada saya, dan dua gadis di seberang saya—hanya itu yang saya sadari dalam jangkauan pandangan saya. Mungkin ada banyak keramaian yang terjadi, atau dapat saja tiga meter di sebelah kiri saya ada copet yang sedang dipukuli, ada salah satu dari mereka yang memukulinya untuk menghabisi nasib buruk si copet ini dengan menendangnya ke jalur kereta, dengan niat itu juga, ia pastinya akan merasa beban hidupnya yang lain hilang, kepalanya sudah membatu mendapatkan dirinya harus berulang mengusap noda yang mengganggu pandangan bosnya dari jendela lantai 22 untuk melihat maha tinggi ketololannya. Saya tidak menyadari itu semua.
Dua rokok keluar dengan hentakan pada kotaknya, jarinya yang lentik menambah keindahan gerakan itu. Batang rokok itu cocok dengan merah bibirnya, ya dua-duanya. Keduanya di nyalakan, dihisapnya, dan yang satu dilemparkan di rel kereta. Tak habis pikir, saya belum pernah melihat kegiatan itu, melihat seseorang membuang rokok utuh yang masih hangat menyala, terlebih ia menyalakan dua batang. Gadis disebelahnya tampak merendahkan kepalanya sambil menengok ke kiri. Gadis itu berbisik kepada gadis si pembuang rokok, sekian detik kemudian, ia mengarahkan pandangannya kepada saya. Dengan alasan yang tolol, yaitu tanpa alasan, saya malah mengembalikan pandangan yang berikan. Keduanya saling memandang ke arah saya, yang satu masih berusaha memandang saya dengan sambil membisikan sesuatu.
Ketika Anda berpikir bahwa semuanya berjalan mengikuti alurnya, dan semuanya tentu tidak bermakna. Saya duduk di peron ini tidak untuk naik kereta. Ini yang saya lakukan, ketika kehilangan hal yang harus saya pikirkan, untuk besok malam. Hingga lusa saya harus coba lagi melakukan hal ini, mungkin menemui dua gadis itu, atau meracuni para calon penumpang dengan jarum-jarum berkarat yang sengaja di letakkan di kursi-kursi peron. Hahahaha, saya mengingat banyak sekali rumor mengenai jarum-jarum suntik yang bertebaran sebelum ramai tebar riuh para penonton di sebuah biskop baru. Ini salah satu kebaikan terror. Menonton membuatmu malas. Dan jarum suntik itu menjadi guru bagi kalian yang malas. Entah siapa yang memulai itu. Atau memang itu muncul hanya karena ketololan orang yang tidak mengetahui apa bedanya pipet dengan jarum suntik—mungkin ini akibat kemalasan mereka.
Dan sekarang Anda berpikir tentang makna tulisan ini? bahkan kau saja tidak bisa memaknakan apa yang nantinya akan kau tuliskan, nah bahkan ketika kalian membaca ini, memang tidak ada maknanya bagi penulis. Penulis lah yang menjadi dirinya ketika apa yang ditulisnya bahkan merupakan bagian dari angannya. Ini igauan semata. Anda mengingau bersama saya. Menganggap diri Anda duduk tepat di sebelah saya ketika menyaksikan dua gadis hina—yang pada saat ini mungkin Anda bisa sependapat atau tidak dengan saya, karena Anda selalu mengagumi gadis yang ada di setiap tulisan. Betapa indahnya dunia ketika Anda tidak mengetahui saya bahkan seorang gadis juga, tidak mendapatkan kebingungan dengan semuanya. Hahahaha semua berada dalam ketololan yang sama di kepala Anda. Dan ini menjadi ketololan yang selalu sama di kepala saya. Kau yang ada di sana duduk membaca tulisan ini selalu mengira saya adalah saya yang ada dipikiran Anda. Kau menjadi ketololan yang mutlak. Dan kini kau dan penulis busuk ini telah menjadi mereka yang akan tidak merasakan kematian. Selamat untuk kita semua, dan ucapkan selamat tidur kembali bagi saya. Igauan ini membuat saya tenang