(CERPEN) "Mimpi-Mimpi Marni"
Anggita Indari is a free-spirited being with an obsession for freedom.
What she loves most: impromptu journey and talk.
What she hates most: moral police and bigot. She is peacefully staying in Purwokerto, Central Java.
____________________________________________________________________
Suatu pagi Marni terbangun dengan peluh membasahi sekujur tubuhnya, seolah-olah ada seseorang yang tega menyiraminya seember penuh air untuk membangunkannya. Kepala Marni pening tak terkira. Badannya pegal-pegal seperti habis latihan silat. Tenggorokannya kering hingga membuatnya sulit bersuara. Marni sesekali menguap sembari mengumpulkan tenaga untuk bangun dari tempat tidur dan melakukan kegiatan sehari-harinya.
Malam tadi Marni kembali memimpikan Nenek Gobel. Sudah hampir seminggu ini ia memimpikan sosok nenek penuh uban (bahkan alisnya pun beruban) dengan tutup kepala sepanjang bahu. Lebih ajaibnya lagi, sosok nenek tersebut juga memiliki tongkat sepanjang lengan orang dewasa yang bercahaya bak tongkat sihir dalam film kartun anak-anak.
"Panggil aku Nenek Gobel. Aku lah yang kelak akan menyucikanmu dari kumpulan setan yang terkutuk."
Nenek tersebut secara tiba-tiba mendatangi Marni yang tengah tertidur di kamarnya. Ia memberikan Marni berbagai petuah yang disertai dengan ayat-ayat kiriman Tuhan. Setelahnya, ia akan segera mengangkat tongkat dan memohon pada Marni agar Marni bersedia untuk disucikannya. Biasanya setelah itu Marni akan panik ketakutan dan berlari meninggalkan Nenek Gobel. Nenek tersebut pun akan lari mengikutinya. Begitulah seterusnya mimpi itu berulang. Namun syukurnya, sebelum benar-benar tertangkap, Marni sudah terbangun lebih dahulu. Kalau sudah memimpikan Nenek tersebut, Marni akan terbangun dengan peluh yang membanjiri dirinya ditambah badan yang pegal-pegal, seolah-olah mimpi tersebut nyata.
***
Sinar matahari pagi perlahan-lahan masuk melalui ventilasi kontrakannya yang terletak di salah satu daerah padat penduduk di tengah-tengah kawasan perkantoran ibukota. Suara anak-anak yang hendak berangkat sekolah bersaut-sautan bersama ocehan ibu-ibu yang sibuk memilih sayur-mayur. Tentu kontrakan seluas 3x3 yang ditempatinya tidak mampu meredam suara yang datang dari luar. Wong buka pintu udah ketemu pintu, ujarnya.
Hampir tidak ada rahasia yang bisa ditutupi oleh penghuni sepanjang gang selebar senggolan pantat orang dewasa yang ditinggalinya. Seperti misalnya, Marni tahu benar bahwa Pak Kosim tetangga sebelahnya bercinta tiga kali dalam seminggu dengan perempuan berbeda. Hal tersebut dapat diketahui dari teriakan-teriakan nakal pelacur pinggir jalan yang kerap disewanya semalaman. Marni tak pernah ambil pusing dengan kegaduhan yang ada di sekitarnya. Uangnya pas-pasan. Dibanding terlilit hutang hanya untuk tinggal di tempat yang nyaman, lebih baik ia mensyukuri kontrakan 3x3 yang terlihat masih layak untuk ditempati. Setidaknya bagi dirinya sendiri.
Selesai mandi dan berkemas, Marni kemudian berangkat ke tempat kerja. Hari ini menjadi hari yang sama seperti hari-hari kemarin. Sebagai pegawai tata usaha salah satu yayasan pendidikan swasta yang hampir bangkrut, setiap harinya ia hanya berjumpa dengan beberapa orang pegawai tata usaha lain yang kebanyakan sudah beruban, puluhan siswa berpenampilan lusuh yang kebanyakan berasal dari daerah perkampungan sekitar, ataupun kepala yayasan yang berwajah sendu dan mengidap asma akut.
"Ni, jangan lupa nanti sore ya."
Suara Mas Mardi mengagetkannya. Seperti biasa Marni hanya mengangguk manut tanda mengerti. Mas Mardi merupakan guru agama yang mengajar di tempat kerjanya dan sudah hampir dua tahun ini ia menjalin hubungan dengannya secara diam-diam. Singkatnya, Marni merupakan kekasih gelap dari Mas Mardi yang notabene merupakan seorang pria setengah baya dengan satu orang istri serta empat orang anak. Alasannya klasik, Marni butuh pasokan pundi-pundi rupiah untuk menyambung hidupnya, dan Mas Mardi kurang dipuaskan secara lahir dan batin oleh istrinya. Hubungan mutualisme yang saling menguntungkan tersebut terus berlanjut tanpa diketahui orang-orang terutama pihak yayasan tempat keduanya bekerja. Bahkan, istri Mas Mardi pun tidak pernah menaruh curiga pada suaminya yang hampir setiap hari selalu pulang larut malam.
Sesungguhnya Marni sedang tidak ingin melakukan ritual mingguannya bersama Mas Mardi mengingat tubuhnya masih pegal-pegal pasca dikejar-kejar Nenek Gobel. Dikejar-kejar dalam mimpi lebih tepatnya. Namun ia tidak bisa menolak, pasalnya ia belum membayar uang listrik bulanannya, itu pun belum ditambahkan dengan sejumlah uang yang dibutuhkannya untuk mengganti TVnya yang tersambar petir satu minggu yang lalu. Jadi, mau tak mau Marni tetap mempersilahkan Mas Mardi masuk sekitar petang hari sebelum adzan maghrib berkumandang.
***
"Mas, apa kau percaya bahwa mimpi merupakan suatu pertanda?" Tanya Marni kepada Mas Mardi setelah mereka menyelesaikan ronde keempat percintaan mereka.
"Sesungguhnya aku tidak pernah benar-benar percaya bahwa mimpi merupakan suatu pertanda. Dan lebih-lebih tafsiran mimpi yang memberi pertanda atas apa-apa yang kelak akan terjadi di dunia nyata. Tetapi, mengingat salah satu mukjizat Nabi Yusuf ialah dapat menafsirkan mimpi. Jadi, aku sedikit percaya. Coba saja kau cari buku tafsir mimpi di pinggir jalan."
Itu lah yang Marni suka dari Mas Mardi. Ia tidak hanya sekedar menginginkan tubuhnya seperti kebanyakan pria-pria lain yang pernah dijumpainya. Ketika kebanyakan pria akan tertidur pulas setelah bercinta dan merasa puas, Mas Mardi akan memastikan bahwa Marni memiliki kepuasaan sebesar dirinya. Selain itu, ia pun bersedia mendengarkan celotehan Marni dari mulai soal tempe gorengnya yang gosong karena ditinggal buang air kecil, sampai persoalan pelik mengenai keluarganya di kampung halaman. Kali ini pun termasuk juga persoalan mimpi Marni mengenai Nenek Gobel.
Setelah bercerita pada Mas Mardi, Marni merasa sedikit lebih tenang. Malam itu sebelum tertidur pulas, Marni memutuskan untuk membeli buku kumpulan tafsir mimpi di pasar kaget yang ada di dekat tempat kerjanya. Ia berharap dapat mengetahui makna dibalik mimpi-mimpinya mengenai nenek aneh yang semakin hari semakin menghantuinya.
***
Sayangnya, ketenangan Marni tak berlangsung lama. Dua hari setelahnya Marni tetap memimpikan Nenek Gobel lengkap dengan penutup kepala dan tongkat ajaibnya. Nenek tersebut tetap mengucapkan kata-kata yang sama, dilengkapi dengan ayat-ayat suci kiriman Tuhan yang mulai Marni hafal di luar kepala. Sebelum Nenek tersebut mengejarnya, pada akhirnya Marni berani untuk angkat bicara.
"Apa maumu?"
Nenek tersebut berhenti melafalkan ayat-ayat suci yang sedang dikumandangkannya. Matanya menatap Marni yang sedang gemetaran. Setelah itu ia mulai mengangkat tongkatnya dan menunjukannya pada wajah marni seraya berkata, "Aku lah Nenek Gobel. Tuhan memerintahkanku untuk menyucikanmu dari perbuatan terkutuk."
"Perbuatan terkutuk macam apa yang membuatku harus disucikan? Lagi pula, tahu apa kau soal perbuatan terkutuk dan segala dosa-dosaku." Ucap Marni dengan lantang. Suaranya agak sedikit gemetaran. Ia sungguh sangat takut walaupun ia tahu ia sedang bermimpi. Namun, mimpi macam apa yang terasa sangat nyata seperti ini.
Nenek Gobel tertawa. Tawanya menggelegar seperti suara petir yang menghanguskan TVnya. Barisan gigi-gigi kuning nenek tersebut dapat terlihat jelas oleh Marni. Selang beberapa detik Nenek tersebut mulai membuka mulutnya untuk bicara.
"Hei perempuan muda, memangnya kau pikir aku tak tahu. Kau senang berzina dan merebut hak orang lain. Kau merampas hak banyak orang dan kau hidup dengan itu. Kurang sundal apa lagi dirimu itu?"
Marni hanya bisa terdiam. Ia heran. Di dunia nyata saja tidak ada seorangpun yang tahu perbuatannya, masa di dunia mimpi bisa ada.
Nenek Gobel pun menambahkan ucapannya, "Oleh karena itu, izinkan aku untuk menyucikanmu agar kelak kau tidak harus mendekam di dalam neraka setelah hidupmu berakhir!"
Sebelum Nenek Gobel menyelesaikan pidatonya, Marni berlari meninggalkannya. Ia terus berlari menyusuri gang-gang sekitar rumahnya. Ia terus berlari hingga ke jalan raya, berharap menemukan seseorang yang dikenalnya. Namun anehnya, ia tidak dapat menemukan barang seorang pun yang dikenalnya meskipun ia berada di tempat yang ia ketahui. Untungnya, tak lama berselang ia lalu terbangun. Terbangun dengan degup jantung tak menentu, pun peluh yang membanjiri sekujur tubuh.
***
"Mas, nenek-nenek aneh dalam mimpiku itu bahkan tahu kalau aku suka berzinah. Ia bahkan ingin menyucikanku agar kelak aku tak harus masuk neraka."
Marni dengan segera melaporkan mimpi terakhirnya mengenai Nenek Gobel kepada Mas Mardi setelah mereka melakukan kegiatan mingguan mereka seperti biasa. Lama kelamaan Marni mulai meyakini kalau Nenek Gobel merupakan sosok kiriman Tuhan yang benar-benar datang untuk memperingatinya agar cepat-cepat bertaubat.
"Sudahkah kau beli buku tafsir mimpi yang waktu itu kuceritakan?"
Marni mengangguk seraya menjawab, "Sudah. Dan aku tidak menemukan apa-apa. Dari sekian banyak daftar mimpi dan tafsirannya, tidak ada mimpi mengenai seorang nenek-nenek bertongkat dan juga artinya. Karena itu akhirnya aku menyimpulkan sendiri kalau Nenek-nenek tersebut merupakan kiriman Tuhan untukku."
"Sudahlah. Mimpi hanyalah bunga tidur. Tidak ada orang yang kudengar sebelumnya mati dibunuh karena ia mimpi terbunuh. Barangkali kau hanya kebanyakan menonton film-film setan di TV."
Marni hanya terdiam. Ia lalu membalikan tubuhnya agar dapat membelakangi Mas Mardi. Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan hanyalah tertidur dengan pulas. Namun, akhir-akhir ini ia merasa cemas untuk tertidur karena semakin lama, intensitas memimpikan Nenek Gobel semakin meningkat.
Melihat Marni terdiam dalam waktu yang agak lama membuat Mas Mardi kebingungan. Ia tak mengira bahwa sebuah mimpi aneh dapat mengacaukan hidup Marni sampai sebegitu parahnya.
"Aku tak punya solusi yang tepat untuk permasalahan mimpi anehmu, Ni. Namun, aku rasa kau hanya perlu membiarkan Nenek Gobal, Gobel, atau apalah namanya itu, menyucikan dirimu seutuhnya. Siapa tahu setelah ia puas, ia tak akan menganggumu lagi. Dan lagi pula itu hanyalah mimpi. Tidak ada orang yang akan mati karena bermimpi. Kau pasti akan terbangun kembali."
***
Malam itu sepulang bekerja, Marni memutuskan untuk tidur. Palanya pening setelah seharian mengurusi biodata murid-murid yang bersekolah di tempatnya bekerja. Seperti biasa ia kemudian memimpikan Nenek Gobel.
"Aku lah Nenek Gobel. Tuhan memerintahkanku untuk menyucikanmu dari perbuatan terkutuk."
"Baiklah. Sucikanlah diriku ini, diriku yang penuh dosa dan perbuatan terkutuk. Rahmatilah diriku ini, seperti bayi yang baru terlahir dari kandungan."
Tanpa menunggu lama Nenek Gobel mulai menancapkan tongkatnya ke dada Marni. Tetesan darah mulai mengucur dari lubang yang tengah dibuat Nenek Gobel di tengah-tengah dadanya. Marni merasa perih tak terkira, rasa sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun ia berpikir bahwa rasa sakit tersebut hanyalah sementara. Setelah itu, hidupnya akan kembali tenang seperti sedia kala.
Sesungguhnya Marni tak pernah benar-benar tahu bahwa setelahnya ia tak akan pernah lagi terbangun. Ia telah disucikan.