Warta Kebahagiaan: Sempatkah Anda Mengabdi?
Foto oleh: Tim Dokumentasi IKSI FIB UI
Pada hari Sabtu lalu (28/01/17/), ketika para pemirsa masih menganalisis debat pilkada DKI, Ikatan Keluarga Sastra Indonesia (IKSI) FIB UI dan Program Studi Indonesia FIB UI tengah melaksanakan suatu kegiatan mulia. Kegiatan yang bernama BERAKSI ini menempatkan mahasiswa dan alumni IKSI sebagai pengajar dalam sebuah aksi sosial. IKSI dan Prodi Indonesia FIB UI, meluncurkan terobosan barunya di tahun 2017 dengan mengadakan pengabdian masyarakat yang berlokasi di Yayasan Ion Siti Aminah: SMP Bina Insan Mandiri dan SMA Bina Spora Mandiri, Cigombong, Bogor. Hebatnya, Bapak Mujakir (Bang Jack) selaku ketua Yayasan Ion Siti Aminah yang sekaligus menjabat kepala SMA Bina Spora Mandiri juga merupakan alumni IKSI tahun 1983.
Apa sajakah kegiatannya? Gambaran besarnya adalah kegiatan belajar dan mengajar, bertitik berat pada puisi-puisi Indonesia. Boi, salah seorang alumni IKSI yang baru pertama kali berkesempatan mengajar secara formal dalam hidupnya, mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang ia hadapi dalam mencairkan suasana di kelas. Contohnya, Boi menyinggung soal perbedaan dalam modernitas. Kesenjangan ini menyebabkan peleburan suasana dalam kelas yang seringkali macet. “Kemarin gue nanya game favorit (mereka) kayak Winning Eleven (atau) Pro Evolution Soccer, nggak ada yang tau,” ujarnya.
Selain mengencangkan tali silaturahmi dan membuat mahasiswa IKSI terjun nyata ke masyarakat, tujuan yang ingin dicapai pada aksi sosial ini yakni merangsang murid-murid di Yayasan Ion Siti Aminah untuk lebih giat membaca dan menulis. Dengan memberikan contoh-contoh puisi yang tidak terdapat di buku pelajaran mereka, para pengajar dari IKSI mengajak murid-murid untuk menengok ke horizon yang baru. Remy Sylado, Sutardji, dan Sapardi merupakan salah tiga penyair dengan gaya yang unik nan segar. Misi “merangsang” tersebut dilengkapi dengan pembuatan mading, penciptaan puisi berantai, dan pertunjukkan karya. Ditambah lagi, IKSI dan Prodi Indonesia FIB UI memberikan sumbangan berupa buku-buku yang tentu layak baca.
“Di kelas, gue kira anak-anaknya bakal pasif, nggak nyautin kalo diajak tanya jawab gitu atau malah berisik sendiri. Ternyata mereka semua antusias dengerin dan jawab pertanyaan. Bahkan pas baca puisi, estimasi 3-5 orang, ternyata ada sebelas orang yang mau bacain puisinya di depan kelas,” ujar Galih sebagai pengajar.
Padahal, hari Sabtu, murid-murid seharusnya libur, bermain dengan teman atau menonton televisi. Mahasiswa pun juga seharusnya sedang menikmati libur semesternya yang panjang. Namun demi puisi, ilmu, dan buku, mereka mau menyempatkan diri, mengesampingkan leyeh-leyeh dan waktu tidur yang langka. Sebagai penonton debat pilkada DKI, masih sempatkah Anda mengabdi? Masih sempatkah Anda menyebarkan kebahagiaan?